Senin, 19 Mei 2014

Format Buku Bacaan Siswa

FORMAT BUKU/BACAAN MAHASISWA (F-B/BM) Mata Kuliah : Kesehatan Reproduksi Dan Keluarga Berencana Kelas/Semester : L / II Hari/Tanggal : Sabtu, 25 April 2014 Alokasi Waktu : 4x50’ A. Judul : Pemeriksaan IVA B. Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa mampu melakukan praktek pemeriksaan IVA C. Uraian Materi 1. IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani, 2009) . IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5% (Wijaya Delia, 2010). 2. Tujuan pemeriksaan Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim. 3. Keuntungan Menurut (Nugroho. 2010:65) keuntungan IVA dibandingkan tes-tes diagnosa lainnya adalah : Mudah, praktis,Dapat dilaksanakan oleh seluruh tenaga kesehatan Alat-alat yang dibutuhkan sederhana Sesuai untuk pusat pelayanan sederhana. Menurut (Emilia. 2010 :53) keuntungan IVA Kinerja tes sama dengan tes lain Memberikan hasil segera sehingga dapat diambil keputusan mengenai penatalaksanaannya.4. Jadwal pemeriksaan Program Skrining Oleh WHO : Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun (Nugroho Taufan, dr. 2010:66). Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun 5. Syarat Mengikuti Test Iva a. Sudah pernah melakukan b. hubungan seksual c. Tidak sedang datang bulan/haid d. Tidak sedang hamil e. 24 jam sebelumnya tidak f. melakukan hubungan seksual 6. kategori IVA Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah: a) IVA negatif : menunjukkan leher rahim normal. b) IVA radang : Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks). c) IVA positif : ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ). d) IVA-Kanker serviks : Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA). 7. tempat pelayanan IVA bisa dilakukan di tempat-tempat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pemeriksaan dan yang bisa melakukan pemeriksaan IVA diantaranya oleh Perawat terlatih, bidan, dokter umum dan dokter obgyn. D. Contoh Soal/Latihan : 1. Jelaskan konsep pemeriksaan tes IVA ? 2. Apa saja syarat dalam melakukan pemeriksaan IVA ? 3. Jelaskan jadwal pemeriksaan IVA ? 4. Melakukan praktek pemeriksaan IVA secara sistematis ! 5. Kunci Jawaban 1. Pemeriksaan Iva adalah cara sederhana untuk mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani, 2009) . IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5% (Wijaya Delia, 2010) 2. Syarat Mengikuti Test Iva a. Sudah pernah melakukan b. hubungan seksual c. Tidak sedang datang bulan/haid d. Tidak sedang hamil e. 24 jam sebelumnya tidak f. melakukan hubungan seksual 3. Jadwal pemeriksaan Program Skrining Oleh WHO : Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun (Nugroho Taufan, dr. 2010:66). Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun. 6. Pedoman Penskoran Pada saat melakukan ujian tes dengan model soal tes uraian maka dilakukan penskoran sebagai berikut : Tiap nomor 1-10 skornya 10 Total skor Nilai = 10 X 100 % = 100 10 Pada saat melakukan ujian praktek skornya sudah terterah sesuai dengan kompetensi yang dapat dilakukan oleh mahasiswa (lihat lampiran penuntun belajar ) Daftar Pustaka 1. Widyastuti Yani,dkk, Kesehatan Reproduksi,Fitramaya, Yogyakarta, 2009 2. Zohra Andi Baso, Kesehatan Reproduksi, Pustaka Belajar,Yogyakarta,2010

Jumat, 18 April 2014

aku masih serperti dulu,kawan !!

Mereka yang kukenal dulu.. kita pernah tertawa sama".. menangis sama" tapi karena kejadian satu hal pohon yg tumbuh kokoh akhirnya menjatuhkan daun kering..dia terbang bersama angin menikmati keindahan dan kesunyian ditengah keramaian kota. Dia akhirnya rapuh dan terinjak. Ehm sedikit kisah yang mengawali catatan ini. Daun yang jatuh itu mungkin aku. Berjalan sendiri karena saya memang harus sendiri. Kata cuek dan sombongpun keluar dr mulut mereka yg ku akrabi dulu. Yah tempat lidah tak bertulang itu bermukim. Alat untuk menyakiti hati manusia yg sampai pisaupun sulit memberi sakit seperti mulut beradu lidah memberi sakit. Saya tidak cuek..saya tidak sombong.. saya hanya butuh sendiri dan diam dalam tertawa lepasku bersama mereka yg dulu terasa asing bagiku. Perubahan itu perlu ketika kekecewaan itu pernah hadir dan kini menghilang.. tenang, saya tetap harfiyani cengeng dan manja seperti yang kalian kenal dulu.

Rabu, 16 April 2014

konseptual model kebidanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yangmelahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir yang berani ambil resikomembela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi yang diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada dalam posisi yang lemah, yang pada zaman modern ini, kita sebut peran advokasi. Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya. Konseptual model asuhan kebidanan adalah suatu bentuk pedoman/acuan yang merupakan kerangka kerja seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan dipengaruhi oleh filosofi yang dianut bidan(filosofi asuhan kebidanan ) meliputi unsur-unsur yang terdapat dalam paradigma kesehatan(manusia-prilaku,lingkungan dan pelayanan kesehatan. Secara umum teori dan konsep adalah hal yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam pelayanan kebidanan ,teori-teori yang digunakan dalam praktik kebidanan berasal dari konseptual model kebidanan. Konsep atau teori adalah gambaran tentang objek dari suatu kejadian atau objek dari suatu kejadian atau objek yang digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan fenomena sosial yang menarik perhatiannya. Konseptual model merupakan gambaran abstrak suatu ide yang menjadi dasar suatu disiplin ilmu. Konseptual model dapat memberikan gambaran abstrak atau ide yang mendasari disiplin ilmu dan kemudian diterapkan sesuai bidang masing-masing. Model asuhan kebidanan ini sebagai tolak ukur bagi bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada klien sehingga akan terbina suatu partnership dalam asuhan kebidanan. Dengan ini diharapkan profesi kebidanan akan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif. Dalam memberikan pelayanan kebidanan model-model yang digunakan berbeda-beda. Selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas mengenai model-model asuhan kebidanan. B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi model asuhan kebidana? 2. Bagaimana model-model dalam asuhan kebidanan? 3. Bagaimana teori model kebidanan? 4. Teori apa saja yang mempengaruhi model kebidanan? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi model asuhan kebidanan. 2. Untuk mengetahui model-model asuhan kebidanan dalam pelayanan kebidanan. 3. Untuk mengetahui teori kebidanan. 4. Untuk mengetahui teori apa saja yang mempengaruhi model-medel dalam asuhan kebidanan. D. Manfaat 1. Sebagai bahan tambahan pengetahuan bagi penyusun dan mahasiswa lainnya. 2. Sebagai bahan diskusi dalam tugas mata kuliah konsep kebidanan. 3. Sebagai tambahan referensi bagi tugas-tugas yang berkaitan dengan makalah ini. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konseptual Model kebidanan 1. Konsep adalah penopang sebuah teori yang menjelaskan tentang suatu teori yang dapat diuji melalui observasi atau penelitian. 2. Model adalah contoh atau peraga untuk menggambarkan sesuatu. 3. Model kebidanan adalah suatu bentuk pedoman atau acuan yang merupakan kerangka kerja seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan. B. Konseptual Model 1. Gambaran asbtrak suatu ide yang menjadi dasar suatu disiplin ilmu. 2. Menunjukkan pada ide global tentang individu, kelompok, situasi, dan kejadian yang menarik untuk suatu ilmu. 3. Model memberi kerangka untuk memahami dan mengembangkan praktek untuk membimbing tindakan dalam pendidikan untuk mengidentifikasi pertanyaan yang harus dijawab dalam penelitian. 4. Model dalam kebidanan berdasarkan pada empat elemen: a. Orang (wanita, ibu, pasangan, dan orang lain) b. Kesehatan c. Lingkungan d. Kebidanan C. Kegunaan Model 1. Untuk menggambarkan beberapa aspek (kongkrit maupun abstrak) dengan mengartikan persamaannya seperti struktur, gambar, diagram dan rumus. 2. Merupakan gagasan mental sebagai bagian teori yang memeberikan bantuan ilmu – ilmu sosial dalam mengkonsep dan menyamakan aspek – aspek dalam aspek sosial ( Galt dan Smith, 1976). 3. Menggambarkan sebuah kenyataan, gambaran abstrak sehingga banyak digunakan oleh disiplin ilmu lain sebagai parameter garis besar praktek (Berner, 1984) Model kebidanan dapat digunakan untuk: 1. Menyatukan data secara lengkap a. Tindakan sebagai bantuan dalam komunikasi antara bidan dan pimpinan b. Dalam pendidikan untuk mengorganisasikan program belajar c. Untuk komunikasi bidan dengan klien 2. Menjelaskan siapa itu bidan, apa yang dikerjakan, keinginan, dan kebutuhan untuk: a. Mengembangkan profesi b. Mendidik mahsiswa bidan c. Komunikasi dengan klien dan pimpinan D. Komponen Dan Macam Model kebidanan Model kebidanan dibagi menjadi lima komponen yaitu: 1. Memonitor kesejahteraan ibu. 2. Memepersiapkan ibu dengan memberikan pendidikan dan konseling. 3. Intervensi teknologi seminimal mungkin. 4. Mengidentifikaasi dan member bantuan obstetric. 5. Lakukan rujukan. Beberapa Macam Model Kebidanan 1. Model dalam mengkaji kebutuhan dalamk praktek kebidanan Model ini memiliki 4 unit penting yaitu: a. Ibu dan keluarga b. Konsep kebutuhan c. Partnership d. Faktor kedokteran dan keterbukaan 2. Model medical • Merupakan salah satu model yang dikembangkan untuk membantu manusia dalam memahami proses sehat sakit dalam arti kesehatan. • Tujuannya adalah sebagai kerangka kerja untuk pemahaman dan tindakan sehingga dipertanyakan dalam model ini adalah ”dapatkah dengan mudah dipahami dan dapatkah dipakai dalam praktek?” 3. Model dalam sehat untuk semua (Health For All- HFA) • Model ini dicetuskan oleh WHO dalam deklarasi Ama Ata pada tahun 1978. Focus pelayanan ditujukan pada wanita, keluarga dan masyarakat serta sebagai sarana komunikasi dari bidan-bidan Negara lain. Tema HFA menurut Euis dan Simmer (1992): a. Mengurangi ketidaksamaan kesehatan. b. Perbaikan kesehatan melalui usaha promotif dan preventif. c. Partisipasi masyarakat. d. Kerja sama yang baik pemerintah dengan sector lain yang terkait. e. Primary Healt Care (PHC) adalah dasar pelayanan utama dalam system pelayanan kesehatan. PHC adalah pelayanan kesehatan pokok yang didasarkan pada praktek, ilmu pengetahuan yang logis dan metode sosial yang tepat serta teknologi universal yang dapat diperoleh oleh individu dan keluarga dalam komunitas melaui partisipasi dan merupakan suatu valaue dalam masyarakat dan Negara yang mampu menjaga setiap langkah perkembangan berdasarkan kepercayaan dan ketentuannya. Dalam model HFA dan definisi PHC terdapat lima konsep (WHO, 1998): a. Hak penentuan kesehatan oleh cakupan populasi universal dengan penyedia asuhan berdasarkan kebutuhan. b. Pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dimana pelayanan dapat memenuhi segala macam tipe-tipe kebutuhan yang berbeda harus disediakan dalam satu kesatuan. c. Pelayanan harus efektif, dapat diterima oleh norma, dapat menghasilkan dan diatur yaitu pelayanan harus dapat memenuhi kebutuhan yang dapat diterima oleh masyarakat dan pelayanan harus dimonitor dan diatur secara efektif. d. Komunitas harus terlibat dalam pengembangan, penetuan pemonitoran pelayan yaitu penentuan asuhan kesehatan merupakan tanggung jawab semua komunitas dan kesehatan dipandang sebagai faktor yang berperan untuk pengembangan seluruh lapisan masyarakat. e. Kolaborasi antar sekolah untuk kesehatan itu sendiri dan pelayanan kesehatan tidak dapat bergantung pada pelayanan ksehatan saja tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: perumahan, populasi lingkungan, persediaan makanan dan metode publikasi. 4. Model Sistem Maternitas Di Komunitas Yang Ideal. University Of Southeer Queensland • Model korikulum konseptual partnership dalam praktek kebidanan berdasarkan pada model pelayanan kesehatan dasar. • Partnership kebiudanan adalah sebuah filosofi prosfektif dan suatu model kepedulian sebagai model pilosofi prospektif yang berpendapat bahwa wanita dan bidan dapat berbagi pengalaman dalam proses persalinan. • Persalinan merupakan proses yang sangat normal. • Sebuah hubungan partnership menggambarkan dua orang yang bekerja sama dan saling menguntgungkan. • Bidan bekerja keras bahwa bidan tidak memaksakan suatu tindakan melainkan membangtu wanita untuk mengambil keputusan sendiri. • Konsen wanita dalam asuhan kebidanan meliputi mitra perempuan tersebut, keluarga, kolompok dan budaya. • Konsep bidan dalam asuhan kebidanan meliputi bidan itu sendiri, mitranya atau keluarga, budaya/sub kultur bidan tersebut dan wewenang professional bidan. • Dengan membentuk hubungan antara bidan dan wanita akan membawa mereka sendiri sebagai manusia sebagai hubungan partnership yang mana akan mereka gunakan dalam terapeutik. Bidan harus mempunyai self knowning, self nursing, dan merupakan jaringan pribadi dan kolektif yang mendukung. • Sebagai model of care the midwifery partnership didasarkan pada prinsip midwifery care berikut ini: a. Mengakui dan mendukung adanya keterkaitan antara badan, pikiran, jiwa, fisik, dan lingkungan culture sosial (holism). b. Berasumsi bahwa mayoritas kasus wanita yang bersalin dapat ditolong tanpa adanya intervensi. c. Mendukung dan meningkatkan proses persalinan alami tersebut. d. Bidan menggunakan suatu pendekatan pemecahan masalah dengan seni dan ilmu pengetahuan. e. Relationship-based dan berkesinambungan dalam motherhood. f. Women centered dan bertukar pikiran antara wanita g. Kekuasaan wanita yaitu berdasarkan tanggung jawab pertama bersama untuk suatu pengambilan suatu keputusan, tetapi wanita mempunyai control atas keputusan terakhir mengenai keadaan diri dan bayinya. h. Dibatasi oleh hukum dan ruang lingkup praktek individu: dengan persetujuan wanita bidan merujuk fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas. E. Teori Model Kebidanan 1. Ruper, Lagan dan Tietney Activity of Living Model: Model yang dipengaruhi oleh Virginia Henderson Model. Terdiri dari 4 elemen: a. Rentang kehidupan. b. Aktivitas kehidupan. c. Ketergantungan atau kebebasan individu. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas individu. Dalam model ini diidentifikasi adanya 11 macam kebutuhan manusia sebagai proses kehidupan yaitu: a. Mempertahankan lingkungan yang aman. b. Komunikasi c. Bernafas d. Makanan dan minuman e. Eliminasi f. Berpakaian dan kebersihan diri g. Pengaturan suhu tubuh. h. Mobilisasi i. Bekerja dan bermain j. Seksualitas k. Tidur 2. Rosermary Methuen Merupakan aplikasi dari Oream dan Hendeson, model terhadap asuhan kebidanan, dimana dalam system perawatan ada 5 metode pemberian bantuan yaitu: a. Mengerjakan untuk klien. b. Membimbing klien. c. Mendukung klien (secara fisik dan psikologi) d. Menyediakan lingkungan yang mendukung kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan sekarang dan masa akan datang. e. Mengajarkan klien. Para bidan adalah mengidentifikasi masalah klien dan melakukan sesuatu untuk membantu klien untuk memenuhi kebutuhannya. Mamfaat dari model ini menurut Methuen adalah sebagai bukti praktek pengkajian kebidanan yang tidak didasarkan pada kerangka kerja dari tradisi manapun. Sebagai dasarnya adalah kesehatan bukan kesakitan sehingga asuhan yang diberikan efektif bagi ibu dan memberikan kebebasan pada bidan untuk melakukan asuhan. 3. Roy Adaption Model Pencetusnya adalah suster Callista Roy (1960), sebagai dasarnya mahluk biopsikososial yang berhubungan dengan lingkungan. Dikemukakan tiga macam stimulasi yang mempengaruhi adaptasi kesehatan dari individu, yaitu: a. Vocal stimuli Yaitu stimuli dari lingkungan di dekat individu, contohnya: kesehatan bayi akan mempengaruhi ibu baru saja melakukan fungsinya. b. Kontekstual stimuli Yaitu faktor-faktor umum yang mempengaruhi wanita. Contohnya: kondisi kehidupan yang buruk. c. Residual stimuli Yaitu faktor internal meliputi kepercayaan, pengalaman, dan sikap. Model kebidanan ini berguna bagi bidan dalam melakukan pengkajian secara menyuluruh (holistic). 4. Neman System Model Yaitu model yang merupakan awal dari kesehatan individu dan komunitas (system klien) yang digambarkan sebagai pusat energy yang dikelilingi oleh garis kekuatan dan pertahanan. a. Pusatnya adalah variabel fisiologis, psikologis, sosial cultural, dan spiritual. b. Garis kekuatan adalah kemampuan system klien untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. c. Garis pertahanan menunjukkan status kesehatan umum dari individu. F. Teori yang Mempengaruhi Model Kebidanan Sejarah kebidanan berjalan panjang panjang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan serta kebutuhan masyarakat. Model dalam kebidanan mengadopsi dari beberapa model lainnya dan berdasarkan teori yang sudah ada yaitu diantaranya teori Reva Rubin, sehingga tercipta sebuah model kebidanan yang sesuai dengan filosofi kebidanan baik dari segi bidan sebagai profesi maupun wanita dan keluarga sebagai focus pelayanan asuhan kebidanan. Model asuhan kebidanan ini sebagai tolak ukur bagi bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada klien sehingga akan terbina suatu partnership dalam asuhan kebidanan. Dengan ini diharapkan profesi kebidanan akan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif. 1. Teori Reva Rubin Rubin merupakan perawat kebidanan yang penelitiannya telah digunaka secara luas di Amerika Serikat. Tujuan penelitian: mengidentifikasi bagaimana seorang wanita melaksanakan perannya sebagai ibu dan hal apa sajakah yang mempengaruhinya,baik yang bersifat positif maupun negative. Metode penelitian : Data dikumpulkan oleh siswa bidan yang merawat wanita di klinik antenatal dan post natal melalui wawancara secara langsung atau via telepon yang berlangsung selama 1-4 jam pada sekitar 6000 wanita (yang terus dikembangkan selama 20 tahun). Hasil penelitian: Proses pelaksanaan peran ibu terjadi saat kehamilan sampai 6 bulan satelah melahirkan. Teori Reva Rubin menekan pada pencapaian peran sebagai ibu, untuk mencapai peran ini seorang wanita memerlukan proses belajar melalui serangkaian aktivitas atau latihan. Dengan demikian, seorang wanita terutama calon ibu dapat mempelajari peran yang akan di alaminya kelak sehingga ia mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi khususnya perubahan psikologis dalam kehamilan dan setelah persalinan. Menurut Reva Rubin, seorang wanita sejak hamil sudah memiliki harapan-harapan antara lain: a. kesejahteraan ibu dan bayi b. Penerimaan dari masyarakat c. Penentuan identitas diri d. Mengetahui tentang arti memberi dan menerima. Perubahan umum pada perempuan hamil: a. Ketergantungan dan butuh perhatian b. Membutuhkan sosialisasi Rubin menyimpulkan usaha-usaha yang dilakukan wanita hamil bertujuan untuk: a. Memastikan keselamatan, kesejahteraan diri dan bayinya b. Memastikan penerimaan masyarakat c. Penentuan gambaran dan identitas diri d. Mengerti tentang arti member dan menerima. Tujuan perawatan selama kehamilan dan setelah persalinan dijelaskan lebih lanjut oleh JOSTEN (1981), sebagai berikut: a. Memastikan kesehatan dan keselamatan fisik diri dan bayinya. b. Penerimaan masyarakat terutama orang-orang yang sangat berarti bagi keduanya. c. Kedekatan dengan bayi d. Pemahaman tentang banyak hal bagaimana menjadi ibu. Tahap_tahap psikologis yang biasa dilalui oleh calon ibu dalam mencapai peran nya: a. Anticipatory Stage Seorang ibu mulai melakukan latihan peran dan memerlukan interaksi dengan anak yang lain. b. Honeymoon Stage ibu mulai memahami sepenuhnya peran dasar yang dijalaninya. Pada tahap ini ibu memerlukan bantuan dari anggota keluarga yang lain. c. Plateu stage Ibu akan mencoba apakah ia mampu berperan sebagai seorang ibu. Pada tahap ini ibu memerlukan waktu beberapa minggu sampai ibu kemudian melanjutkan sendiri. d. Disengagement Merupakan tahap penyelesain latihan peran sudah berakhir. Terdapat 3 elemen penting dalam proses pelaksanaan peran ibu, yaitu: 1. Ideal image, sebuah gambaran ideal/positif mengenai wanita yang berhasil melaksanakan perannya sebagai ibu dengan baik. 2. Self image, gambaran mengenai dirinya sendiri yang dihasilkan melalui pengalamannya. 3. Body image, perubahan yang terjadi pada tubuh wanita selam proses kehamilan. Proses pelaksanaan peran seorang ibu, melalui tahap: 1. Mimicry (peniruan). Weanita meniru perilaku wanita lain (yang pernah hamil) dengan melihat, mendengar, dan merasakan pengalaman menjadi seorang ibu. Misalnya, apa yang dilakukan saat persalinan, bagaiman pertumbuhan bayi pada hari-hari pertama, dan sebaginya. 2. Role play (mencoba bermain peran). Menciptakan kondisi di masa yang akan datang dengan sengaja. Misalnya, berlatih merawat bayi dengan menjadi babysitter (pengasuh anak) untuk teman anaknya, mencoba menyuapi anak kecil, dan sebagainya. 3. Fantacy (mengkhayal). Wanita mengkhayalkan dirinya dimasa yang akan datang. Misalnya, akan seperti apa proses persalinannya nanti,baju apa yang akan dikenakan bayinya nanti, dan sebagainya. 4. Introjection-projection-rejection (pengolahan pesan). Wanita mencoba mengolah pesan dan mencoba membandingkan gambaran ideal tentang seorang ibu dengan keadaan dirinya. Dalam fase ini dapat terjadi proses penerimaan dan penolakan. Misalnya, saat ibu memandikan bayinya dirumah berdasarkan apa yang dipelajarinya di rumah sakit atau di tempat lainnya. 5. Grief-work (evaluasi). Wanita tersebut mengevaluasi hasil tindakannya di masa lalu dan menghilangkan tindakan yang ia anggap sudah tidak tepat lagi. Beberapa tahapan aktifitas penting sebelum seseorang menjadi seorang ibu: a. Taking on (tahapan meniru) Seorang wanita dalam pencapaiaan sebagai ibu akan memulainya dengan meniru dan melakukan peran seorang ibu. b. Taking in Seorang wanita sedang membayangkan peran yang dilakukannya . introjektion, projection dan rejection merupakan tahap di mana wanita membedakan model-model yang sesuai dengan keinginannya. c. Letting go Wanita mengingat kembali proses dan aktifitas yang sudah di lakukannya. Pada tahap ini seorang akan meninggalkan perannya di masa lalu. Keberhasilan masa transisi menjadi orang tua pada masa post partum di pengaruhi oleh: • Respon dan dukungan dari keluarga. • Hubungan antara melahirkan dengan harapan-harapan. • Pengalaman melahirkan dam membesarkan anak yang lalu • Budaya Reva rubin mengklasifikasikan tahapan ini menjadi tiga tahap yaitu: a. Periode taking in (hari pertama hingga kedua setelah melahirkan)  Ibu masih pasif dan tergantung pada orang lain  Perhatian ibu tertuju pada ke khawatiran pada perubahan tubuhnya.  Ibu akan mengulangi pengalaman-pengalaman ketika melahirakan.  Memerlikan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh kekondisi normal.  nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal. b. Periode taking hold (hari kedua hingga ke empat setelah melahirkan)  Ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan meningkatkan tanggung jawab akan bayinya.  Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK, BAB dan daya tahan tubuh.  Ibu cenderung terbuka menerima nasihat bidan dan kritikan pribadi.  Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti menggendong, menyusui, memandikan dan mengganti popok.  Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak mampu membesarkan bayinya c. Periode letting go  Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan di pengaruhi oleh dukungan serta perhatian keluarga.  Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan memahami kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi hak ibu dalam kebebasan dan hubungan social 2. Teori Ramona T Mercer Mercer merupakan salah satu murid Reva Rubin yang telah menghasilkan banyak karya ilmiah. Sepanjang kariernya Mercer melakukan dua penelitian yaitu efek stress antepartum pada keluarga dan pelaksanaan peran ibu. Mercer seperti ditulis Chalmers et al (1981) juga menjelaskan bahwa dukungan selama hamil akan memberi pengaruh baik pada keadaan berikut: • Keterbatasan sosial seseorang. • Kurangnya dukungan sosial. • Minimnya “self esteem” diantara para ibu. a. Penelitian I Stress Anterpartum adalah komplikasi dari resiko kehamilan dan pengalaman negative dari hidup seorang wanita, tujuan asuhan yang di berikan adalah : memberikan dukungan selama hamil untuk mengurangi ketidak percayaan ibu. Tujuan penelitian: mengetahui hubungan antara stress antepartum dengan hubungan/fungsi dalam keluarga. Metode penelitian: Sampel penelitian adalah ibu hamil dengan risiko tinggi yang masuk rumah sakit dibandingkan dengan ibu hamil dengan risiko rendah. Usia kehamilan antara 24-34 minggu. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai ibu tersebut bersama pasangannya. Hasil penelitian : Terdapat enam variable yang terkait dengan fungsi keluarga yaitu: 1) Stress antepartum yang disebabkan kombinasi dari peristiwa masa lalu yang tiak menyenangkan dan risiko kehamilan. 2) Dukungan sosial. 3) Harga diri 4) Kontrol diri 5) Kegelisahan 6) Depresi Hubungan antara keenam variable itu adalah sebagai berikut: 1) Stress antepartum yang diakibatkan peristiwa masa lalu yang tidak menyenangkan dan risiko kehamilan diperkirakan memiliki efek negatif terhadap harga diri dan status kesehatan. 2) Harga diri, status kesehatan dan dukungan sosial diperkirakan memiliki efek yang positif terhadap kontrol diri. 3) Kontrol diri diperkirakan memiliki efek negatif terhadap kegelisahan dan depresi yang pada akhirnya memberi efek negatif terhadap fungsi keluarga. Maternal role menurut mercer adalah bagaimana seorang ibu mendapatkan identitas baru yang membutuhkan pemikiran dan penjabaran yang lengkap dengan dirinya sendiri. b. Penelitian II Tujuan penelitian: mengetahui fakto-faktor yang mempengaruhi proses pelaksanaan peran ibu. Hasil penelitian: Proses ini terjadi 3-10 bulan setelah bayi lahir, dalam proses tersebut terdapat sebelas variable yang mempengaruhi proses pelaksanaan peran sebagai seorang ibu. Pencapaian Peran Ibu. Peran ibu dapat di capai bila ibu menjadi dekat dengan bayinya termasuk mengekspresikan kepuasan dan penghargaan peran, lebih lanjut mercer menyebutkan tentang stress anterpartum terhadap fungsi keluarga, baik yang positif ataupun yang negative. Bila fungsi keluarganya positif maka ibu hamil dapat mengatasi stress anterpartum, stress anterpartum karena resiko kehamilan dapat mempengaruhi persepsi terhadap status kesehatan, dengan dukungan keluarga dan bidan maka ibu dapat mengurangi atau mengatasi stress anterpartum. Perubahan yang terjadi pada ibu hamil selama masa kehamilan (Trisemester I, II dan III) merupakan hal yang fisiologis sesuai dengan filosofi asuhan kebidanan bahwa menarche, kehamilan, nifas, dan monopouse merupakan hal yang fisiologis. Perubahan yang di alami oleh ibu, selama kehamilan terkadang dapat menimbulkan stress anterpartum, sehingga bidan harus memberikan asuhan kepada ibu hamil agar ibu dapat menjalani kehamilannya secara fisiologis (normal), perubahan yang di alami oleh ibu hamil antara lain adalah: • Ibu cenderung lebih tergantung dan lebih memerlukan perhatian sehingga dapat berperan sebagai calon ibu dan dapat memperhatikan perkembangan bayinya. • Ibu memerlukan sosialisasi. • Ibu cenderung merasa khawatir terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya. • Ibu memasuki masa transisi yaitu dari masa menerima kehamilan kehamilan ke masa menyiapkan kelahiran dan menerima bayinya. Empat tahapan dalam melaksanakan peran ibu menurut Mercer: 1. Anticipatory Saat sebelum wanita menjadi ibu, di mana wanita mulai melakukan penyesuaian social dan psikologis dengan mempelajri segala sesuatuyang di butuhkan untuk menjadi seorang ibu. 2. Formal Wanita memasuki peran ibu yang sebenarnya, bimbingan peran di butuhkan sesuai dengan kondisi system social. 3. Informal Di mana wanita telah mampu menemukan jalan yang unik dalam melaksanakan perannya. 4. Personal Merupakan peran terakhir, di mana wanita telah mahir melakukan perannya sebagai ibu Sebagai bahan perbandingan, Reva Rubin menyebutkan peran ibu telah di mulai sejak ibu menginjak kehamilan pada masa 6 bulan setelah melahirkan, tetapi menurut Mercer mulainya peran ibu adalah setelah bayi bayi lahir 3-7 bulan setelah dilahirkan. Wanita dalam menjalankan peran ibu di pengaruhi oleh faktor –faktor sebagai berikut: 1. Faktor ibu • Umur ibu pada saat melahirkan. • Persepsi ibu pada saat melahirkan pertama kali. • Stress social • Memisahkan ibu pada anaknya secepatnya • Dukungan social • Konsep diri • Sifat pribadi • Sikap terhadap membesarkan anak • Status kesehatan ibu 2. Faktor bayi • Temperament • Kesehatan bayi • Faktor-faktor lainnya 3. Latar belakang etnik 4. Status pekawinan 5. Status ekonomi Dari faktor social support, mercer mengidentifikasikan adanya empat factor pendukung: 1. Emotional support Yaitu perasaan mencintai, penuh perhatian, percaya dan mengerti. 2. Informational support Memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan ibu sehingga dapat membantu ibu untuk menolong dirinya sendiri. 3. Physical support Misalnya dengan membantu merawat bayi dan memberikan tambahan dana 4. Appraisal support Ini memungkinkan individu mampu mengevaluasi dirinya sendiri dan pencapaiaan peran ibu Mercer menegaskan bahwa umur, tingkat pendidikan, ras, status perkawinan, status ekonomi dan konsep diri adalah faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam pencapaiaan peran ibu. Peran bidan yang di harapkanoleh mercer dalam teorinya adalah membantu wanita dalam melaksanakan tugas dan adaptsi peran dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaiaan peran ini dan kontribusi dari stress antepartum. 3. Teori Jean ball Teori kursi goyang , keseimbangan emosional ibu. Tujuan asuhan maternitas agar ibu mampu melaksanakan tugasnya sebagai ibu baik fisik maupun psikologis. Ada dua teori Jean ball yaitu: a. Teori stress b. Teori dasar Hipotesa Ball, respon emotional wanita terhadap perubahan yang terjadi bersamaan dengan kelahiran anak yang mempengaruhi personality seseorang dan dengan dukungan yang berarti mereka mendapatkan sistem keluarga dan sosial. Persipan yang telah di lakukan bidan pada masa postnatal akan mempengaruhi respon emotional wanita terhadap perubahan akibat proses kelahiran tersebut. Kesejahteraan wanita setelah melahirkan tergantung pada personality dan kepribadian, sistem dukungan pribadi dan dukungan dari pelayanan maternitas. Ball menemukan teori kursi goyang terdiri dari beberapa elemen, yaitu: 1. Dasar kursi dibentuk oleh pelayanan kebidanan yang berpijak pada pandangan masyarakat tentang keluarga. 2. Topangan kanan kiri adalah kepribadian wanita, pengalaman hidup. 3. Topangan tengah (yang menyangga kursi dari belakang kanan-kiri) adalah keluarga dan support system. 4. Tempat duduk menggambarkan kesejahteraan maternal, yang tergantung pada efektifitas elemen-elemen sebagai berikut: a. Jika deck chair tidak ditegakkan dengan benar, maka ia akan kolaps/jatuh pada saat diduduki. b. Jika kursi tidak diletakka pada lantai yang kuat maka kursi akan jatuh. c. Jika bagian-bagiannya tidak cocok satu sama lain mungkin dapat saja menyangga, namun yang menduduki merasa tidak nyaman dan mengalami ketegangan. Keseimbangan emosional seorang wanita tergantung pada ketiga elemen tersebut di atas. 4. Teori Ernestine Wiedenbach Ernestine adalah seorang perawat kebidanan yang sangat tertarik pada masalah seputar keperawatan maternitas yang terfokus pada keluarga (Family-Centered Maternity Nursing). Konsep yang dihasilkan oleh Ernestine bukan hasil penelitian, melainkan hasil pemikirannya yang dituangkan dalam bukunya. Konsep yang luas menurut Wiedenbach (1967) yang nyata ditemukan dalam keperawatan yaitu: a. The Agent (bidan, perawat dan sebagainya). Ernestine mengutarakan empat konsep yang mempengaruhi praktik keperawan, yaitu: filosofi, tujuan, praktik dan seni. (Releigh, 1989 dan Wiedenbach, 1964). Selain itu juga dikemukakan tiga poin dasar dalam filosofi keperawatan/kebidanan yaitu: 1) Menghargai atas kehidupan yang telah diberikan. 2) Menghargai sebuah kehormatan, suatu yang berharga, otonomi dan individualisme pada setiap orang 3) Resolusi dalam menerapkan dinamisasi terhadap orang lain. (Raleigh, 1989) 4) Filosofi yang dikemukakan adalah tentang kebutuhan ibu dan bayi yang segera, untuk mengembangkan kebutuhan yang lebih luas yaitu kebutuhan untuk menjadi orang tua. b. The Recipient (penerima; wanita, keluarga masyarakat). Individu penerima harus dipandang sebagai seseorang yang kompeten dan mampu melakukan segalanya sendiri. c. The Goal/purpose (tujuan). Di sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu dengan memperhatikan tingkah laku fisik, emosional atau fisiologikal d. The Means Metode untuk mencapai tujuan asuhan kebidanan ada empat tahapan yaitu: 1) Identifikasi kebutuhan klient, memerlukan keterampilan dan ide. 2) Memberikan dukungan dalam mencapai pertolongan yang di butuhkan (ministration). 3) Memberikan bantuan sesuai kebutuhan (validation). 4) Mengkoordinasi tenaga yang ada untuk memberikan bantuan (coordination). e. Framework (kerangka kerja); lingkungan sosial, organisasi dan professional. 5. Teori Ela Joy Lehrman Latar belakang yang dilakukan Lehrman adalah ia melihat semakin luasnya cakupan tugas yang diberikan kepada bidan, sehingga ia memiliki keinginan agar bidan dapat melihat semua aspek praktik dalam memberikan asuhan pada wanita hamil dan memberikan pertolongan pada persalinan. Lehrman ingin menjelaskan bahwa interaksi antara bidan dan wanita ada perbedaan antara apa yang dialami/dirasakan wanita dengan kemampuan bidan dalam mengaplikasikan konsep kebidanan. Tujuan penelitian: Mengidentifikasi komponen-komponen yang saling mempengaruhi dalam praktik kebidanan. Hasil penelitian: Terdapat delapan komponen yang termasuk dalam praktik kebidanan yaitu : a. Perawatan berkelanjutan. b. Perawatan yang terpusat pada keluarga. c. Pendidikan dan konseling menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perawatan d. Perawatan tanpa intervensi e. Fleksibilitas dalam perawatan f. Perawatan yang bersifat partisipatif g. Advokasi pada klien h. Waktu Delapan komponen yang dibuat oleh Lehrman ini kemudian di uji coba oleh Morten (1991) pada pasien postpartum. Dari hasil penelitian tersebut Morten menambahkan tiga komponen lagi kedalam 8 komponen yang telah dibuat oleh Lehrman, yaitu: a. Tehnik teraputik Proses komunikasi sangat bermanfaat dalam proses perkembangan dan penyembuhan. Tehnik teraputik dapat dilakukan dengan menunjukan sikap: mendengar yang aktif, mengkaji dan mengklarifikasi masalah, humor (tidak bersikap kaku), tidak menuduh-nuduh, jujur, mengakui kesxalahan, memfasilitasi klien, dan menghargai hak klien. b. Pemberdayaan (empowerment) Suatu proses member kekuasaan dan kekuatan. Bidan melalui penampilan dan pendekatannya akan meningkatkan kemampuanpasien dalam mengoreksi, memvalidasi, menilai dan member dukungan. c. Hubungan sesama (lateral relationship) Menjalin hubungna yang baik terhadap klien, bersikap terbuka, sejalan dengang klien sehingga antara bidan dank lien terbina hubungan saling percaya yang harmonis. Misalnya dengan bersikap empati atau berbagi pengalaman. 6. Teori Oream Oream mengemukakan 2 macam teori: a. Self Care teory Teori ini menekan bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan untuk merawat dirinya sendiri dan berhak untuk memenuhi kebutuhannya sendiri kecuali jika tidak memungkinkan, orang yang biasa memenuhi kebutuhan Self Care sendiri disebut Self Care Agent. Sedangkan bagi bayi, anak, orang sakit berat atau tidak sadar, keluarga atau orang tua merupakan Dependent Care Agent. Kebutuhan Self Care dibagi menjadi 3 kategori: 1. Universal Self Care Disebut dasar manusia yaitu meliputi: kebutuhan udara, air, makanan, eliminasi, keseimbangan aktivitas dan istirahat. 2. Development Self Care Kebutuhan yang timbul menurut tahap perkembangan individu dan lingkungan dimana individu tersebut berada, sehingga kebutuhan ini dihubungkan dengan siklus kehidupan manusia. 3. Health Deviation Self Care Kebutuhan yang ada jika seseorang kesehatannya tergantung yang mengakibatkan perubahan perilaku Self Care. b. Self Care Difisit Theory Bila individu mampu untuk memenuhi tuntutan Self Care maka kebutuhan untuk merawat dirinya sendiri akan terpenuhi, tetapi bila tuntutan lebih besar dari kemampuannya maka akan terjadi ketidakseimbangan yang disebut Self Care Defisit. Hal ini merupakan inti dari teory Oream sehingga dapat ditentukan kapan asuhan kebidanan itu dibutuhkan. Tujuan untuk memenuhi kebutuhan Self Care dapat dicapai dengan cara: 1) Menurunkan kebutuhan Self Care ke tahap dimana pasien dapat memenuhinya. 2) Meningkatkan kemampuan pasien untuk dapat memenuhi Self Care. 3) Mengizinkan keluarga atau orang lain untuk memberikan Dependent Care bila Self Care tidak memungkinkan. 4) Jika hal tersebut tidak dapat dilaksanakan maka bidan yang akan melaksanakannya. Bantuan yang dapat diberikan adalah berupa: berperan atau melakukan, mengajak, membimbing, mendukung, dan menciptakan lingkungan yang akan menunjang tumbuh kembang. Untuk dapat memberikan maka bidan harus memperhatikan lima aspek penting yaitu: a. Menjalin hubungan baik dengan pasien dan keluarga sampai kelompok tersebut mampu melaksanakan asuhan sendiri. b. Menentukan bantuan yang dibutuhkan pasien. c. Memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. d. Merencanakan bantuan langsung bersama pasien dan keluarga. e. Mengintegrasikan asuhan dengan kegiatan sehari-hari pasien dan pelayanan kesehatan lainnya sehingga untuk memberikan bantuan kepada pasien diperlukan pengetahuan tentang manusia, kebutuhan Self Care, Self Care Defisit, dan menerapkan lima teori bantuan. G. Model kebidanan di beberapa Negara 1. United kingdom • Bidan inggris menuntut adanya pelayanan mandiri, menolak medical karena menganggap tidak cocok dengan praktek kebidanan. • Mereka lebih banyak menggunakan Oream self Care Model. • Keuntungan bagi wanita adalah menempatkan kebutuhan wanita sebagai prioritas utama, wanita berhak memilih asuhan yang diinginkan dan rencana kelahirannya. • Keuntungan bagi bidan adalah memudahkan bidan dalam memberikan asuhan yang berkesinambungan dan menerapkan woman center care, memudahkan dalam melakukan asuhan mandiri dan komperehensif pada ibu, bayi dan keluarga. 2. Australia • Menggunakan model partnership kebidanan dimana wanita sebagai partner bidan dalam berbagi pengalaman tentang proses melahirkan dan melahirkan adalah proses yang normal dalam kebidanan. • Prinsip-prinsip yang mendasari partnership dalam kebidanan adalah: - Mengetahui dan mendukung kesatuan antara tubuh, pikiran dan jiwa, lingkungan fisik dan sosial budaya (suatu yang holistic) - Sebagian besar wanita dapat melahirkan bayi tanpa intervensi - Mendukung proses alamiah dalam tubuh - Pelayanan kebidanan adalah seni dan ilmu, pendekattan pemecahan masalah digunakan bila diperlukan. - Pelayanan kebidanan dibatasi oleh hukum dan ruang lingkup praktek. Individu yang mengacu pada wanita dan petugas kesehatan lain jika dibuthkan. 3. New Zaeland • Menggunakan partnership bidan dengan ibu. Adapun filosopi yang mendasari hubungan ini adalah : - Kehamilan dan persalinan adalah proses kehidupan yang normal - Tugas kebidanan secara professional adalah pendamping ibu dalam kehamilan, persalinan dan periode postnatal normal. - Kebidanan memberikan pelayanan kepada wanita secara berkesinambungan. - Kebidanan berpusat pada wanita. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Model asuhan kebidanan ini sebagai tolak ukur bagi bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada klien sehingga akan terbina suatu partnership dalam asuhan kebidanan. Dengan ini diharapkan profesi kebidanan akan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif. Beberapa Macam Model Kebidanan 1. Model dalam mengkaji kebutuhan dalamk praktek kebidanan 2. Model medical 3. Model dalam sehat untuk semua (Health For All- HFA) 4. Model Sistem Maternitas Di Komunitas Yang Ideal Beberapa teori yang mempengaruhi model kebidanan diantaranya adalah: 1. Reva rubin mengenai pencapaian peran ibu. 2. Teori Ramona Mercer menjelaskan tentang stress antepartum dan pencapaian peran ibu. 3. Teori Ernestine Wiedenbach tentang konsep realitas keperawatan. 4. Teori Ela Joy Lerhman dan Morten. 5. Teori Jean Ball dikenal dengan teori kursi goyang. 6. Teori Oream. B. Saran Sebagai saran bagi mahasiswa kebidanan diharapkan untuk dapat mempelajari teori dari model asuhan kebidanan yang ada sehingga memiliki panduan teori dalam memberikan pelayanan kebidanan. Untuk penyusun makalah selanjutnya mungkin dapat menambah hal-hal lain dalam makalahnya sehingga lebih sempurna lagi pembahasannya mengenai model asuhan kebidanan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. “Teori Kebidanan Dan Model Konseptual Asuhan Kebidanan Yang Mempengaruhi Asuhan Kebidanan”, (Online) (http://Dewi-Malasari.Blogspot.Com/2011/10/Teori-Kebidanan-Dan-Model-Konseptual.Html, diakses tanggal 30 April 2011). Anonim. 2011. “Teori dan Model Konseptual Asuhan Kebidanan”, (Online), (http://izzatijannah.wordpress.com/2011/09/21/teori-model-konseptual-asuhan-kebidanan/, diakses tanggal 1 Mei 2012). Hidayat, Asri dkk. 2009. Catatan Kuliah Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. Soepardan, Suryani. 2005. Konsep Kebidanan. Cet. Pertama. Jakarta: EGC Sujianti dkk. 2009. Buku Ajar Konsep Kebidanan, Teori & Aplikasi. Cet. Pertama. Yogyakarta: Nuha Medika.

manajemen asuhan kebidanan

B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Bidan sebagai seorang pemberi layanan kesehatan (health provider) harus dapat melakukan pelayanan kebidanan dengan melaksanakan manajemen yang baik. Dalam hal ini bidan berperan sebagai manajer yaitu mengelola atau memanage segala sesuatu tentang kliennya sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Dasar manajemen kebidanan adalah ilmu manajemen secara umum. Dengan mempelajari teori manajemen, maka diharapkan bidan dapat menjadi manajer dalam suatu sistem organisasi kebidanan. Demikian pula dalam hal memberikan pelayanan kesehatan pada kliennyaseorang bidan haruslah menjadi manajer yang baik dalam rangka pemecahan masalah dari klien tersebut. Manajemen sendiri adalah seni dalam melaksanakan suatu kegiatan mengatur atau mengelola. Dengan kata lain manajemen adalah sebagai pengaturan atau pengelolaan sumber daya yang ada sehingga hasilnya maksimal. Maka dari itu bidan harus menggunakan manajemen kebidanan yang adekuat dalam memberikan asuhan kebidanan pada setiap kliennya. B. Tujuan Penulisan Tujuan khusus dirumuskan sebagai berikut: 1. Menyebutkan pengertian pengertian manajemen asuhan kebidanan. 2. Menyebutkan prinsip manajemen asuhan kebidanan 3. Menyebutkan sasaran manajemen asuhan kebidanan 4. Menyebutkan langkah dalam manjemen asuhan kebidanan B A B II P E M B A H A S A N A. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan Manajemen asuhan kebidanan atau yang sering disebut manajemen kebidanan adalah suatu metode berpikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan. Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan menyeluruh kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien. Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen Varney dalam buku Varney’s Midwifery , edisi ketiga tahun 1997 yang menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berurut secara sistematis. Dengan kata lain manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien. Bidan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam asuhan yang mandiri, kolaborasi dan melakukan rujukan yang tepat. Oleh karena itu bidan dituntut untuk mampu mendeteksi dini tanda dan gejala komplikasi kehamilan, memberikan pertolongan kegawatdaruratan kebidanan dan perinatal dan merujuk. Praktek kebidanan telah mengalami perluasan peran dan fungsi dari fokus terhadap ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir serta anak balita bergeser kepada upaya mengantisipasi tuntutan kebutuhan masyarakat yang dinamis yaitu menuju pada pelayanan kesehatan reproduksi sejak konsepsi, persalinan, pelayanan ginekologis, kontrasepsi, asuhan pre dan post menopause. B. Prinsip Manajemen Asuhan Kebidanan Proses manajemen kebidanan sebenarnya sudah dilakukan sejak orang mulai menolong kelahiran bayi. Pada zaman dahulu, perempuan-perempuan yang sudah berpengalaman melahirkan dipercaya untuk memberikan pelayanan pada ibu-ibu hamil dan melahirkan. Mereka diharapkan mampu memberikan pertolongan kepada ibu hamil dan melahirkan. Tentu pertolongan yang diberikan pada masa tersebut hanya berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Pada era yang terus menghadapkan kita pada situasi yang mengandalkan ilmu pengetahuan membuat bidan maupun penerima jasa pelayanan bidan semakin kritis terhadap mutu pelayanan kebidanan. Dengan demikian pelayanan yang diberikan sudah selayaknya berdasarkan teori yang dapat dipertanggungjawabkan dan praktik yang dilakukan berdasarkan Evidence Based Medicine (Bukti Ilmiah yang Rasional). Varney (1997) menjelaskan bahwa prinsip manajemen kebidanan adalah pemecahan masalah. Dalam text book masalah kebidanan yang ditulisnya pada tahun 1981 proses manajemen kebidanan diselesaikan melalui 5 langkah. Setelah menggunakannya, Varney (1997) melihat ada beberapa hal penting yang perlu disempurnakan. Misalnya seorang bidan dalam manajemen yang dilakukannya perlu lebih kritis untuk mengantisipasi masalah atau diagnosa potensial. Dengan kemampuan yang lebih dalam melakukan analisa kebidanan akan menemukan diagnosa atau masalah potensial ini. Kadang kala bidan juga harus bertindak untuk menyelesaikan masalah tertentudan mungkin juga harus melakukan kolaborasi, konsultasi bahkan mungkin juga harus merujuk kliennya. Varney kemudian menyempurnakan proses manajemen kebidanan menjadi 7 langkah. Ia menambahkan langkah ke III agar bidan lebih kritis mengantisipasi masalah yang kemungkinan dapat terjadi pada kliennya. Varney juga menambahkan langkah ke IV dimana bidan diharapkan dapat menggunakan kemampuannya untuk melakukan deteksi dini dalam proses manajemen sehingga bila klien membutuhkan tindakan segera atau kolaborasi, konsultasi bahkan dirujuk segera dapat dilaksanakan. C. Sasaran Manajemen Asuhan Kebidanan Manajemen asuhan kebidanan tidak hanya diimplementasikan pada asuhan kebidanan pada individu akan tetapi dapat juga diterapkan di dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan yang ditujukan kepada keluarga dan masyarakat. Permasalahan yang tangani oleh bidan mutlak menggunakan metode dan pendekatan manajemen kebidanan. Sesuai dengan lingkup dan tanggung jawab bidan maka sasaran manajemen kebidanan ditujukan kepada baik individu, keluarga maupun kelompok masyarakat D. Langkah Dalam Manjemen Asuhan Kebidanan Sebagaimana telah kita ketahui bahwa manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan langkah pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Setiap langkah dalam manajemen kebidanan akan dijabarkan sebagai berikut : 1. Langkah 1 : Pengkajian Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara: a. Anamnesa. b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital. c. Pemeriksaan khusus. d. Pemeriksaan penunjang Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat. 2. Langkah II: Interpretasi Data Dasar. Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan. 3. Langkah III: Identifikasi Diagnosis/Masalah Potensial dan Antisipasi Penanganannya. Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi. 4. Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus. Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan. 5. Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari krangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau masalah psikologi. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien. 6. Langkah VI: Implementasi Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananyarencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien. 7. Langkah VII: Evaluasi Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasidi dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik. B A B III P E N U T U P Kesimpulan Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien. Prinsip manajemen kebidanan adalah pemecahan masalah menurut Varney. Setiap langkah dalam manajemen kebidanan akan dijabarkan sebagai berikut : 1. Langkah I :Anamnese 2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar. 3. Langkah III: Identifikasi Diagnosis/Masalah Potensial dan Antisipasi Penanganannya. 4. Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh 5. Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh 6. Langkah VI: Implementasi 7. Langkah VII: Evaluasi

pengambilan keputusan dalam kebidanan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengambilan keputusan merupakan kemampuan mendasar bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam asuhan keperawatan dan kebidanan. Tidak hanya berpengaruh pada proses pengelolaan asuhan keperawatan dan kebidanan, tetapi penting untuk meningkatkan kemampuan merencanakan perubahan. Perawat dan bidan pada semua tingkatan posisi klinis harus memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan yang efektif, baik sebagai pelaksana/staf maupun sebagai pemimpin. Pengambilan keputusan bukan merupakan bentuk sinonim. Pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran kritis dan analisis yang dapat ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan keputusan merupakan upaya pencapaian tujuan dengan menggunakan proses yang sistematis dalam memilih alternatif. Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya ada”. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah pengertian pengambilan keputusan ? 2. Menyebutkan lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan! 3. Bagaimanakah pandangan historikal terhadap profesi bidan ? 4. Menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan ! 5. Menyebutkan dua kriteria utama dalam pengambilan keputusan ! 6. Menyebutkan langkah-langkah dalam pengambilan keputusan ! BAB II PEMBAHASAN Pengertian pengambilan keputusan Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat. Pengertian Pengambilan Keputusan dikemukakan oleh, z Ralp C. Davis; z Keputusan dapat dijelaskan sebagai hasil pemecahan masalah, selain itu juga harus didasari atas logika dan pertimbangan, penetapan alternatif terbaik, serta harus mendekati tujuan yang telah ditetapkan. z Mary Follet; z Seorang pengambil keputusan haruslah memperhatikan hal-hal seperti; logika, realita, rasional, dan pragmatis. z James A.F. Stoner. z Secara umum pengertian teori pengembilan keputusan adalah, teknik pendekatan yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan atau proses memilih tindakan sebagai cara pemecahan masalah. Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan : 1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan. 2. Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada sistematika tertentu : a. Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil. b. Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia c. Falsafah yang dianut organisasi. d. Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi dan manajemen di dalam organisasi. 3. Masalah harus diketahui dengan jelas. 4. Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan sistematis. 5. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang telah dianalisa secara matang. Apabila pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kelima hal diatas, akan menimbulkan berbagai masalah : a. Tidak tepatnya keputusan. b. Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan organisasi baik dari segi manusia, uang maupun material. c. Ketidakmampuan pelaksana untuk bekerja karena tidak ada sinkronisasi antara kepentingan organisasi dengan orang-orang di dalam organisasi tersebut. d. Timbulnya penolakan terhadap keputusan. Sikap atau watak berfikir kritis dapat ditingkatkan dengan memantapkan secara positif dan memotivasi lingkungan kerja. Kreativitas penting untuk membangkitkan motivasi secara individu sehingga mampu memberikan konsep baru dengan pendekatan inovatif dalam memecahkan masalah atau isu secara fleksibel dan bebas berpikir. Keterbukaan menerima kritik akan mengakibatkan hal positif seperti; semakin terjaminnya kemampuan analisa seseorang terhadap fakta dan data yang dihadapi dan akan meningkatkan kemampuan untuk mengatasi kelemahan. Pandangan historikal dan sosiologi terhadap profesi bidan Profesi bidan dipandang sebagai salah satu profesi yang amat berperan dalam banyak hal dikarenakan seorang bidan mampu mengemban, menempatkan, mengaitkan, memahami, dan menjelaskan realita sosial atau fenomena yang terjadi di masyarakat. Bahwa historikal dan sosiologi memperhatikan profesi bidan yang mempunyai dimensi sosial dan selalu melibatkan makna serta berhubungan dengan kekuasaan maupun dalam hal pengambilan keputusan. a. Pendekatan Dalam Pengambilan Keputusan Ada 7 variabel yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk menyeleksi pendekatan yang paling cocok, yaitu : 1. Pentingnya kualitas keputusan untuk keberhasilan institusi. 2. Derajat informasi yang dimiliki oleh bidan 3. Derajat pada masalah yang terstruktur. 4. Pentingnya komitmen dan keterampilan membuat keputusan. 5. Kemungkinan keputusan autokratik dapat diterima. 6. Komitmen yang kuat terhadap tujuan institusi. 7. Kemungkinan bawahan konflik dalam proses akhir pada keputusan final. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengambilan Keputusan Banyak faktor yang berpengaruh kepada individu dan kelompok dalam pengambilan keputusan, antara lain: 1. Faktor Internal Faktor internal dari diri manajer sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Faktor internal tersebut meliputi: keadaan emosional dan fisik, personal karakteristik, kultural, sosial, latar belakang filosofi, pengalaman masa lalu, minat, pengetahuan dan sikap pengambilan keputusan yang dimiliki. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal termasuk kondisi dan lingkungan waktu. Suatu nilai yang berpengaruh pada semua aspek dalam pengambilan keputusan adalah pernyataan masalah, bagaimana evaluasi itu dapat dilaksanakan. Nilai ditentukan oleh salah satu kultural, sosial, latar belakang, filosofi, sosial dan kultural. Ada dua kriteria utama untuk pengambilan keputusan yang efektif: 1. Keputusan harus berkualitas tinggi dan dapat mencapai tujuan atau sasaran yang sebelumnya telah didefinisikan. 2. Keputusan harus diterima oleh orang yang bertanggungjawab melaksanakannya. Contoh; Rapat merupakan salah satu alat terpenting untuk mencapai informasi dan mengambil keputusan. Ada keuntungan-keuntungan tertentu yang dapat dipetik melalui suatu rapat, yaitu : a. Masalah yang timbul menjadi jelas sifatnya karena dibicarakan dalam forum terbuka. b. Interaksi kelompok akan menghasilkan pendapat dan buah pikiran serta pengertian yang mendalam. c. Penerimaan dan pelaksanaan keputusan diambil oleh peserta rapat. d. Rapat melatih menerima pendapat orang lain. e. Melalui rapat peserta dilatih belajar tentang pemikiran orang lain dan belajar menempatkan diri pada posisi orang lain. b. Langkah-langkah dalam Pengambilan Keputusan Menyeleksi pilihan yang paling baik untuk menilai sebelum mendefinisikan tujuan, Mendefinisikan tujuan, memunculkan pilihan, mengidentifikasi keuntungan dan kerugian masing-masing pilihan, memprioritaskan pilihan, , implementasi dan evaluasi. Dibawah ini adalah salah satu format yang digunakan untuk melengkapi langkah-langkah tersebut : Format Pengambilan Keputusan Isu/masalah :___________________________________________________________ Tujuan :_____________________________________________________ _____________________________________________________________ Pilihan 1. __________________________________________________________ 2. __________________________________________________________ 3._________________________________________________________ Evaluasi dari Pilihan Pilihan Keuntungan Kerugian 1. 2. 3. 4. 5. Pilihan yang masuk ke kolom keuntungan itulah yang menjadi prioritas pengambilan keputusan. Mungkin ada 2 atau 3 pilihan, maka diseleksi lebih jauh untuk memilih satu pilihan. - Rangking sesuai prioritas dari pilihan tersebut - Seleksi pilihan yang terbaik BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Profesi bidan dipandang sebagai salah satu profesi yang amat berperan dalam banyak hal dikarenakan seorang bidan mampu mengemban, menempatkan, mengaitkan, memahami, dan menjelaskan realita sosial atau fenomena yang terjadi di masyarakat. Bahwa historikal dan sosiologi memperhatikan profesi bidan yang mempunyai dimensi sosial dan selalu melibatkan makna serta berhubungan dengan kekuasaan maupun dalam hal pengambilan keputusan. Seorang bidan harus mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dan memikul tanggung jawab atas akibat dari resiko yang timbul sebagai konsekuensi dari keputusan yang telah diambilnya. Pada hakekatnya, pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah yang difokuskan untuk memecahkan masalah secepatnya dimana individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dengan menggunakan pendidikan dan pengalaman yang berharga yang cukup efektif dalam pemecahan masalah. B. Saran Dalam penulisan dan penyajian materi dalam makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Kedepannya, diharapkan bagi pembaca (terutama penulis) untuk terus menggali informasi mengenai Pandangan historikal dan sosiologi terhadap profesi bidan dalam hal ini adalah pendekatan dan langkah-langkah pengambilan keputusan terutama dari segi agama karena sebagai calon pendidik, apa yang disampaikan akan tertanam pada jiwa peserta didik dan tidak jarang akan mereka amalkan. Oleh karena itu dalam memberikan ilmu diharapkan mengikuti perkembangan IPTEK dan menjadikan Agama (Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai rujukan, agar ilmu yang diberikan dapat dipertanggung jawabkan baik di dunia maupun diakhirat. Insya ALLAH. DAFTAR PUSTAKA Marriner, A.T. (1995). Nursing Management and Leadership ( 5th ed), Mosby St Louis, Baltimore. Swansburg, A.C. (1996). Management and Leadership for Nurse Managers. Jones and SBartlett Publishers International, London England Http://www.pengambilankeputusan.com. Google 29 februari 2012